Sabtu, 06 November 2010

ketika burung merpati sore melayang


Langit akhlak telah roboh di atas negeri
Karena akhlak roboh. Hukum tak tegak berdiri
Karena hukum tak tegak. Semua jadi begini
Negeriku sesak adegan tipu menipu
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku.
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku.
Begerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku.
Bergerak ke depan, dengan penipu ketanggor aku.
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku.
Kapal laut bertenggelaman. Kapal udara berjatuhan.
Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan
Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan
Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan
Bumiku demam berat, mengigilkn air lautan
Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkan
Penyakit kelamin meruyak tak tersembuhkan
Penyakit nyamuk membunuh bagai ejekan
Berjuta belalang menyerang lahan pertanian
Bumiku demam berat, mengigilkan air lautan

Lalu berceceran darah, berkepulan asap, dan bekobaran api
Empat Syuhada melesat ke langit dari bumi Trisakti
Gemuruh langkah, simaklah di seluruh negeri
Beribu bangunan roboh dijarah dalam huru-hara ini
Dengar jeritan beratus orang berlarian di kunyah api
Mereka hangus arang siapa dapat mengenal lagi
Bumiku sakit berat, dengalah angin menangis sendiri

Kukenangkan tahun ’47 lama aku jalan di Ambarawa dan Salatiga
Balik kujalani Clash I di Jawa . Clash II di Bukittinggi
Kuingat-ingat Pemboman Sekutu dan Belanda Seantero negeri
Seluruh korban empat tahun revolusi
Dengan Mei ’98 Jauh beda Jauh kalah ngeri
Aku termangu mengenang ini
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri

Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang
Ke daun telingaku jari Tuhan membei jentikan
Ke ulu hatiku ngilu tertikam cobaan
Di aorta jantungku, musibah bersimbah darah
Di cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafasku
Tapi apakah sah sudah, Ini MurkaMu?
Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar